Saturday 24 October 2015

Pengaruh Perekonomian Global Terhadap Perekonomian Domestik

Belakangan ini Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengeluarkan laporan tentang World Economic Outlook yang menyatakan bahwa tren perlambatan ekonomi global masih akan terjadi hingga 2020 mendatang. Harus dipahami terdapat beragam faktor sangat kompleks yang membentuk arah perekonomian global, mulai dari ancaman suku bunga di Amerika Serikat (AS) sampai ketegangan di Timur Tengah. Dari pelemahan harga komoditas dunia sampai volatilitas nilai tukar mata uang. 
Pemulihan ekonomi global yang tadinya diperkirakan terjadi pasca krisis subprime-mortgage dan krisis utang Eropa ternyata memberikan bentuk yang berbeda antara negara maju dan negara emerging. Dalam laporannya, IMF memperkirakan rata-rata potensi pertumbuhan ekonomi negara maju untuk periode 2015-2020 sebesar 1,6%. Proyeksi ini naik sedikit dari rata-rata pertumbuhan ekonomi kelompok negara ini sepanjang tahun 2008-2014 sebesar 1,3%.
Sementara itu, proyeksi rata-rata pertumbuhan 2015-2020 masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi negara maju sebelum krisis 2001-2007, yaitu sebesar 2,25%. Sementara untuk kelompok negara emerging, IMF memproyeksikan rata-rata potensi pertumbuhan 2015- 2020 sebesar 5,2%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari rata-rata realisasi pertumbuhan ekonomi negara emerging sepanjang tahun 2008-2014 yang sebesar 6,5%.
Sementara untuk tahun 2015 ini, IMF memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara maju akan sedikit membaik menjadi 2,4%, dibandingkan dengan realisasi tahun lalu, 1,8%. Sementara kelompok negara emerging, kecuali India, justru menunjukkan arah berlawanan. Harus dipahami bahwa melemahnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat dipengaruhi sejumlah faktor seperti melemahnya harga dan permintaan komoditas dunia, melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, menguatnya mata uang dolar AS, dan melemahnya konsumsi domestik. 
Secara khusus bagi Indonesia, risiko pelemahan pertumbuhan ekonomi global akan semakin meningkat apabila penyesuaian suku bunga oleh The Fed benar-benar dilakukan pada tahun ini. Tanpa adanya penyesuaian suku bunga The Fed, dampak pelemahan perekonomian global mulai terasa di dalam negeri. Baru-baru ini Bank Dunia juga memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,2% dan di bawah target APBN-P sebesar 5,6%. 
Bank Indonesia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan kredit kuartal I 2015 hanya sebesar 11% dan jauh di bawah target awal 15-17%. Salah satu penyebab yang membuat target penyerapan kredit rendah adalah pelemahan konsumsi domestik. Indikator lain yang juga menarik untuk dicermati adalah data dari Gaikindo yang menyebutkan bahwa realisasi penjualan kendaraan roda empat pada kuartal I 2015 turun sebesar 14- 15% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 
Melemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor yang memicu penurunan realisasi penjualan automotif. Sejumlah laporan dan analisis juga menunjukkan perlambatan di sejumlah sektor lain seperti properti dan ritel seiring dengan perlambatan dunia usaha dan daya beli masyarakat akibat melemahnya daya beli, terbatasnya ruang ekspansi usaha di sektor mineral dan tambang, serta pelemahan harga komoditas ekspor Indonesia. 
Menimbang kondisi ini, pemerintah dirasa perlu secara komprehensif menyusun kebijakan untuk memitigasi dampak perlambatan perekonomian global. Menjaga daya beli masyarakat dan bergairahnya iklim dunia usaha perlu terus dijaga dan bahkan ditingkatkan. Adapun upaya untuk meningkatkan target pajak sebesar 40,3% dari Rp1.058 triliun menjadi Rp1.484,6 triliun perlu tetap memperhatikan kondisi perekonomian dunia dan domestik saat ini.


Referensi :

No comments:

Post a Comment